Ini lebih ke sharing pengalaman aku menghadapi quarter life crisis. Dimulai dari triggernya sampai akhirnya aku bisa berdamai.
Di sini aku ingin menceritakan semua ini bukan untuk pamer, tapi sebagai contoh untuk teman-teman semua. Baik yang sedang menghadapi quarter life crisis ataupun belum atau yang sudah lewat. Terkadang, krisis ini bukan karena kita “hilang” atau belum ketemu passion kita. Tapi lebih ke karena kita nggak sadar kita sudah ketemu dan sedang menjalankannya.
“Gila, salut banget. Dia usaha keras dari nol sampe sekarang.”
Tetapi, teman baik gue yang lain melihat dengan cara yang sangat bebeda. Dia berpendapat: “Kalo gue ngeliat dia, gua mikirnya kok dia sekarang lebih sukses sih dari gue. Padahal dulu pas sekolah, gue loh yang ranking 1, gue yang pinter.”
Opini dia secara tidak langsung berhasil mencuci otakkku dan aku mulai membanding-bandingkan diri sebagai pribadi yang kecil dan gagal. Pemikiran ini benar-benar ngerubah kepribadianku. Aku yang dari awalnya optimis tiba-tiba mulai pesimis, yang semangat kerja walaupun badai menghadang, kena gerimis aja lari duluan, dll. Sampai akhirnya suatu hari, tiba-tiba “SNAP”:
“Gila, mau sampaie kapan depresi begini? Mau sampe kapan ngebandingin diri sendiri? Dia bisa begitu karena dia kerja keras begitu lamanya. Aku? Mulai aja belum!”
Berlandaskan dari pemikiran itu, aku mulai pelan-pelan mengatur diri, menyusun rencana untuk bangkit lagi. Pertama-tama, aku pastinya harus tau dimana aku “berdiri”, in this case aku harus kenal siapa “aku”. Kebetulan di nakas samping tempat tidurku selalu ada buku notes random dan pen, saat itu juga aku langsung nulis apa aja yang sudah aku lakukan dari waktu kuliah sampai lulus, kegiatan organisasi, kepanitiaan event-event kampus, teman-teman dari negara mana aja yang aku pernah bentuk, bahkan hal-hal aneh yang “nggak berguna” tapi bikin aku happy dan inget terus tanpa perlu liat foto atau souvenirnya.
And then, I saw this on Youtube!
Di sebuah acara digital influencer awards, Cassey Ho berkata…
“My dad once said…you have 3 choices. You can either be a doctor, a lawyer, or…a failure.”
This kind of trigger me to search more. Dan setelah gooling, aku nggak sengaja buka satu website yang nulis, pada umumnya orang tua di Asia berharap kalau anaknya bisa menjadi dokter/engineer/pengacara, bukan berkerja di bidang seni. And here the second “SNAP”, sebagai lulusan biomedical engineer (BME, teknis biomedis, gampangnya ini jurusan yang belajar kedokteran melalui mesin, elektro, dan logika) aku uda berhasil memenuhi 2 dari 3 best career for Asians parents loh! Karena aku ada di antara dokter dan engineers (btw, lulusan BME nggak punya ijin praktek yah) dan aku juga sedang bekerja di perusahaan medical device manufacturer. Apalagi yang dicari? Tugasku sekarang adalah berkomitmen di bidang ini, supaya bisa sukses seperti temanku tapi dengan cara dan cerita aku.
Sama seperti halnya berperang, sebelum berperang, komandan pasti akan membuat strategi perang, dan salah satunya ada mempelajari medan perang. Sama halnya disaat teman-teman lagi gundah atau merasa hilang. Coba berhenti sebentar, cek lagi dimana kalian “berdiri”, kenali diri kalian lebih lagi, untuk sejenak coba lupain “aku yang kita kira kita kenal, lupain juga “aku” versi orang lain. Di saat kalian sudah mengenali diri kalian sendiri, kalian sudah tau dimana kalian berdiri, maka kita bisa dengan lebih leluasa menyusun strategi-strategi berikutnya.
Setiap orang memiliki caranya masing-masing untuk mengenal diri sendiri. Aku? Kebetulan aku tipe pemikir. Aku memilih untuk diam sendirian di kamar dan berpikir, lalu menuliskan pemikiranku di random note. Ada juga mereka yang memilih untuk ngobrol dan sharing dengan teman-teman terdekatnya. Juga ada yang memilih dengan berkarya di platform-platform online. Apapun caranya, pastikan kamu merasa aman dan nyaman yah guys.
Good luck!
Sumber: https://www.hipwee.com/narasi/kisah-nyata-lulus-dari-quarter-life-crisis-ternyata-kunci-melewatinya-sesederhana-ini/
Saat ini belum tersedia komentar.